Sinopsis
Dunia seakan kecil ketika kupandang langit, melihat perahu kecil mondar-mandir mengantar penumpang. Ada juga perahu nelayan mengantar hasil tangkapan ikan ke pasar. Dengan sigap mereka mendayung perahunya serta bernyanyi bersama, memberi pesan kepada sanak saudara di daratan, kalau mereka berhasil menangkap banyak ikan. Nelayan-nelayan ini bagaikan raja di lautan, menguasai para dewa di angkasa. Perahu mereka membelah Selat Sonegat, laju bagaikan anak panah melesat dari busurnya menembus langit putih pagi hari.
Mereka tak tahu di daratan ada aku yang terus-menerus memperhatikan …. Mereka juga tak tahu, kalau semangatnya telah membakar hatiku jua. Kubawa pulang semangat itu, kusampaikan kepada guru-guruku. Mereka tersenyum memandangku, terdiam hingga berkata-kata …. Aku tak paham ketika semua itu terjadi.
Mama dan Bapakku lebih paham dariku, mereka mengajariku untuk meraih masa depan dengan cara mereka. Mengajariku menggapai masa depan dengan cita-cita mereka yang tak sampai, namun mereka bahagia karena aku mengharumkan namanya.
Ketika aku beranjak remaja, semangat yang kuraih dari Selat Sonegat tetap menjadi rohku, namun di sisi lain aku juga remaja yang disukai banyak teman. Di antara mereka ada Rachma dan Anisa. Aku tak bisa menolak perhatian mereka hingga aku jatuh cinta. Namun itu membuat cintaku semakin kusut, menari-nari tanpa irama gendang bertabuh, bimbang tak bisa aku memilihnya.
Aku tak suka semua ini, namun aku juga tak mampu membelah cintaku, hingga cinta itu tumbuh mendua, yang satu kuberikan kepada Rachma dan satu lagi kepada Anisa. Dan, aku sendiri pun memiliki cintaku yang kusut.
Kota Neira di Banda Neira yang indah, kota yang menghidupkan sejarah dunia abad ke-15, telah menjadi saksi cinta itu tumbuh seikhlas diri mereka mencintaiku. Kota Neira yang indah telah menjadi saksi cintaku yang kusut itu, kutambatkan di dua hati gadis Neira yang cantik menawan. Namun semua itu telah ditelan masa, ketika perpisahan harus memisahkan cinta itu… Kutukarkan cintaku yang kusut dengan keberhasilanku memperoleh gelar akademik tertinggi di universitas dalam usia yang relatif muda.
Aku meraih cita-citaku yang tak kusukai, yang kuhindari selama ini. Ketika aku membenci menjadi guru, maka kebencian itu telah kuraih menjadi kesuksesanku, menjadikan diriku dikenal banyak orang. Bukannya aku tidak bersyukur, namun aku tahu itulah keinginan Tuhanku. Aku bukan milik diriku, aku bukan raja bagi jiwaku. Bahkan doaku tak sampai kepada Tuhanku, hingga Dia diam mengabaikanku. Dan, aku telah memaafkan diriku, kesombonganku merebut sesuatu yang bukan kehendakku hingga aku sadar inilah jalan hidupku.
