Belbuk.comtoko buku onlineBuku Original021-4202857
Cara PembelianTestimoniPusat BantuanTentang KamiHubungi Kami
Buku    Hukum    Hukum Umum

Model Ideal Pengembalian Aset (Asset Recovery) Pelaku Tindak Pidana Korupsi

Berat 0.35
Tahun 2020
Halaman 298
ISBN 9786232185531
Penerbit Prenada Media Group
Sinopsis   Daftar Isi    Buku Sejenis
 
Harga: Rp90.000
Tersedia:
Dikirim 2-5 hari berikutnya SETELAH pembayaran diterima. (Senin s/d Jumat, kecuali hari libur)

Pelanggan yang Membeli Buku Ini Juga Membeli Buku Berikut:

Plea Barganing dan Deferred Prosecution Agreement: Dalam Tindak Pidana Korupsi
Febby Mutiara Nelson
Rp179.000
Hukum Acara Pidana
C. Djisman Samosir
Rp52.000
Dualisme dalam Peraturan Hukum Pidana Sejak Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1986
Djoko Prakoso
Rp35.000
Kriminologi
Topo Santoso
Rp38.000
Lainnya+   

Sinopsis

Pada hakikatnya paradigma tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), kejahatan transnasional terorganisasi (transnational organized crime), bersifat primum remedium dan kejahatan yang paling serius (the most serious crime), serta adanya tiga karakteristik penanganan tindak pidana korupsi melalui pendekatan follow the suspect yaitu pola penanganan tindak pidana korupsi ditujukan perbuatan pelaku kejahatan, pendekatan follow the money and follow the asset yaitu penanganan tindak pidana korupsi dengan prioritas hasil kejahatan, dan gabungan follow the suspect dan follow the money and follow the asset.
Dalam konteks penanganan tindak pidana hakikatnya berpuncak pada “pemidanaan” atau “pemberian pidana” (sentencing/straftoemeting). Akan tetapi, aspek ini tidak banyak disinggung dalam pelajaran hukum pidana, dan dapat diibaratkan sebagai “anak tiri dari hukum pidana”. Pada tindak pidana korupsi selain berpuncak pada pemidanaan, juga bagaimana aset pelaku tindak pidana korupsi dapat dikembalikan kepada negara. Urgensi pengembalian aset perlu diketengahkan sesuai dengan filosofi naturae aequum est, neminem cum alterius detrimento et injuria, fieri locupletiorem. Filosofi tersebut bermakna bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memperkaya di atas kerugian dan penderitaan orang lain. Filosofi tersebut menjadi sumber prinsip unjust enrichment yang mengalir dalam perkembangan zaman menjadi doktrin crime doesn’t pay atau crime shall not pay sebagai ungkapan perlawanan terhadap pelaku tindak pidana agar tidak dapat menikmati hasil tindak pidana atau hasil kejahatan yang dilakukannya, sehingga tidak ada negara aman untuk melakukan tindak pidana korupsi atau tempat untuk menyembunyikan aset atau harta dari perbuatan tindak pidana korupsi.

Model ideal pengembalian aset pelaku tindak pidana korupsi ke depan sesuai dengan kultur, filosofi, dan jiwa pluralistik masyarakat Indonesia hendaknya dilakukan melalui 5 (lima) perspektif. Pertama, rekonstruksi regulasi terkait Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan pembuatan regulasi Undang-Undang Pengembalian Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi. Kedua, modifikasi penerapan konsep plea bargaining system sesuai kultur dan filosofis Indonesia. Ketiga, penerapan teori pembalikan beban pembuktian keseimbangan kemungkinan (Balanced Propability Principles). Keempat, penerapan Non Conviction-Based Asset Forteiture (NCB-Asset Forfeiture). Kelima, penguatan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dan sinergitas koordinasi antarlembaga penegak hukum dalam pengembalian aset tindak pidana korupsi.
(Kembali Ke Atas)

Daftar Isi

Bab 1 Kembang Setaman tentang Karakteristik TindakPidana Korupsi Indonesia 1
A. Paradigma Tindak Pidana Korupsi sebagai Extraordinary Crime,Transnational Organized Crime, Primum Remedium, dan The Most
Serious Crime 1
B. Lintasan Sejarah Generasi Politik Hukum Pidana PenanggulanganPemberantasan Tindak Pidana Korupsi Indonesia 17
C. Harmonisasi Formulasi Pembaruan Undang-Undang PemberantasanTind
(Kembali Ke Atas)
(Kembali Ke Atas)