Dalam Amandemen Pasal 281 (1) UUD 1945, prinsip legalitas diadopsi, dan ini menjadi momen kebangkitan kembali gagasan legalitas dalam pemikiran hukum di Indonesia, setelah sekian lama gagasan ini ditampung dalam KUH Pidana. Prinsip yang dahulu lazim dikenal dalam ranah hukum pidana, kini telah keluar hingga ke ranah ketatanegaraan. Legalitas diklaim oleh para yuris sebagai turunan dari paham legisme. Legisme sendiri menghendaki hakim menjadi corong undang-undang saja, sementara legalitas mensyaratkan pemidanaan yang tidak yang berlaku surut. Tak hanya itu, legalitas pun membatasi peran hakim untuk tidak melakukan analogi. Legisme sendiri disebut oleh para yuris sebagai fondasi dari ide legalitas, disusun di atas pemikiran filsafat Rousseau, Montesquieu dan Cesare Beccaria. Buku ini berupaya menelusuri pemikiran ketiga filsuf tersebut, dan menemukan adanya simplikasi, untuk tidak dikatakan secara kasar sebagai manipulasi, yang dilakukan oleh para yuris masa lalu mengenai klaim legisme dan legalitas yang dapat memberikan kepastian hukum.
Buku ini berusaha mengingatkan kembali hukum itu tidak akan sempurna, jikalau hanya bersandar secara kaku dengan slogan corong undang-undang dan menyempitkan ide legalitas ke dalarn dimensi metodologis semata, padahal di balik ide legisme (kontrak sosial) dan legalitas itu sesungguhnya terdapat dimensi moralitas dan politis, yang justru memanusiakan kembali hakikat gagasan kepastian hukum.
PENDAHULUAN : BANGKITNYA GAGASAN LEGALITAS APAKAH ITU LEGALITAS? INTERPRETASI KRITIS: SEBUAH PROPOSAL LEGISME (1): KONTRAK SOSIAL DAN KEKUASAAN YUDIKATIF LEGISME (2): SANG CORONG UNDANG-UNDANG DAN METODE LEGALITAS LEGISME DAN LEGALITAS: REINTERPRETASI KRITIS &nb sp; ADAKAH KEPASTIAN HUKUM? PENUTUP: RAPUHNYA KLAIM LEGISME DAN LEGALITAS MENGENAI KEPASTIAN HUKUM
Secara epistemologis, buku ini memberikan pencerahan bahwa kepastian hukum atas suatu perundang-undangan itu berkaitan erat dengan aspek legalitas dan teori legisme. Pembaca digiring pada pemahaman bahwa aspek legalitas itu sebenarnya tidak hanya berhubungan dengan aspek formal yakni adanya ketentuan hukum yang ada, khususnya hukum yang tertulis dan prosedur penegakan hukumnya. Melainkan lebih pada aspek material yang kompleks dan aspek filosofis akan pemahaman tentang apa, bagaimana prosesnya dan kemana arah tujuan hukum itu diciptkan, agar ia mampu memberikan jaminan kepastian hukum dan keadilan bagi penyelesaian masalah-masalah hukum yang dihadapinya sesuai dengan konteks tempat, keadaan dan/atau zamannya. Dalam konteks ini aspek legalitas akan selalu memperoleh aktualisasi dan relevansi dalam penerapan hukumnya.