Sinopsis
“Novel Seteru 1 Guru ini patut dibaca sebagai kunci pembuka
ke arah penziarahan sejarah bangsa.”
—Yudi Latif, cendekiawan
Surabaya, awal tahun 1900-an, di Jalan Peneleh Gang VII ada sebuah rumah yang dihuni sejumlah anak muda pembentuk sejarah bangsa ini. Rumah itu menjadi saksi bagaimana H.O.S Tjokroaminoto, sang Raja Jawa Tanpa Mahkota, menggembleng anak-anak kosnya dalam perjuangan melawan penjajahan. Para muridnya itu adalah Soekarno, Musso, dan Kartosoewirjo. Dari Tjokroaminoto, ketiganya belajar tentang kemerdekaan, kebebasan, dan ideologi dalam berbangsa. Ketiganya bersahabat dan saling mendukung.
Namun, sejarah berkata lain. Ketiga murid kesayangan Tjokroaminoto ini harus berpisah jalan. Mereka menempuh jalan sesuai kata hati masing-masing. Sebuah persimpangan yang akhirnya membawa mereka kembali dalam sebuah pertemuan berdarah. Perselisihan paham yang membuat sahabat harus saling menumpas.
Seteru 1 Guru, novel tentang pergulatan sejarah anak bangsa, Soekarno, Musso, dan Kartosoewirjo. Tentang bagaimana ketiga sahabat satu perguruan itu harus berpisah jalan demi keyakinan yang berbeda. Tentang bagaimana sebuah bangsa merdeka harus dibangun dengan darah dan air mata.
“Layak dibaca untuk mengetahui pusaran-pusaran ide
yang ikut membentuk bangsa ini.”
—Ahmad Fuadi, pengarang trilogi Negeri 5 Menara
“Novel berlatar sejarah ini menghadirkan perenungan dalam kemasan populer
… seperti sebuah film naratif yang bergerak lincah.”
—Dandhy Dwi Laksono, WatchdoC
Tentang Penulis
Buku ini adalah novel pertama karya Haris Priyatna. Namun, bukan buku pertama yang dia tulis. Buku-buku karyanya sudah diterbitkan oleh berbagai penerbit terkemuka, antara lain Ufuk Press, Bentang, Nuansa Cendekia, Pustaka Hidayah, dan Mizan. Memang, Haris sudah berkarya di dunia perbukuan selama lebih dari satu dekade. Dia pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Penerbit Mizan dan Penerbit Salamadani.
Selain menulis buku, Haris juga telah menerjemahkan puluhan buku untuk berbagai penerbit seperti Mizan, Serambi, Gramedia, Ufuk, Lentera Hati, dan Alvabet. Di media massa, Haris pernah dikenal sebagai penulis tetap kolom Selisik Republika. Dia juga menulis artikel-artikel di berbagai surat kabar—termasuk Kompas.