Ulasan
excellent
| Apakah ulasan ini membantu? | Ya Tidak |
|
Dalam buku ini (kelanjutan dari buku sebelumnya, ilmu perundang-undangan 1; Jenis, fungsi dan materi muatan), lebih difokuskan pada proses dan teknik pembentukan/rancangan suatu peraturan perundang-undangan (Rancanangan atas UU, PERPU, PP, PERPRES, dan PERDA). Dengan mengacu pada UU 12/2011, terdapat syarat atau keharusan pada peraturan perundang-undangan untuk menerapkan asas tertentu dalam pembentukan maupun dalam materi muatannya. Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi; kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan. Sementara materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain mencerminkan asas dalam pembentukan dan materi muatan, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan, antara lain; (i) dalam Hukum Pidana, misalnya; asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan; asas pembinaan narapidana; dan asas praduga tak bersalah; (ii) dalam Hukum Perdata, misalnya; dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan; kebebasan berkontrak; dan itikad baik. Melihat dari bunyi pasal-pasal diatas dapat diketahui bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik harus mengacu pada berbagai asas di atas, termasuk pula dalam pembentukan sebuah undang-undang. Selain itu, asas-asas tersebut juga menjadi pedoman dalam merumuskan suatu ketentuan pidana.
sebagai contoh proses pembentukan UU dalam buku ini dijelaskan bahwa; Undang-undang mulai berlaku dan baru mempunyai kekuatan mengikat untuk umum (algemeene verbindende voorschiften) pada saat diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam didalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Pengundanganya dilakukan dengan cara menerbitkan naskah undang-undang tersebut dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LN-RI), dan naskah penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLN-RI). Media LN dan TLN itu berfungsi sebagai media pengumuman kepada masyarakat luas tentang berlakunya suatu undang-undang.
Selanjutnya, PERPU dibentuk Presiden tanpa harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR merupakan bentuk kewenangan Presiden secara atribusian (legislative act, legislator), agar Presiden dapat mengambil tindakan cepat jika keadaan negara membutuhkannya dengan mendesak. Berbeda dengan kewenangan Presiden lainya yang dapat membentuk peraturang perundang-undangan secara delegasian (executive act, regulator) yang derajatnya dibawah undang-undang, seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres). Oleh karena antara UU dan PERPU mempunyai kedudukan yang sama, maka DPR sebagai legislator tetap mempunyai hak control terhadap terhadap PERPU, sebab dalam persidangan berikutnya DPR akan dimintai persetujuannya, dengan akibat bahwa jika DPR tidak menyetujui maka PERPU itu harus dicabut. Jika DPR menyetujui maka PERPU itu diberi bentuk (dijadikan) UU dan diundangkan sebagaimana mestinya.
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. PP sebagai produk hokum dari Presiden selaku regulator yang dibentuk berdasarkan kewenangan delegasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 yang berisi ketentuan-ketentuan untuk menjalankan suatu UU sebagaimana mestinya. Atau dengan kata lain, materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Dengan demikian, PP bukanlah suatu peraturan yang berdiri sendiri (otonom), sebab PP dibuat untuk melaksanakan UU yang telah ada sebelumnya, sehingga tidak mungkin bagi Presiden untuk menetapkan PP sebelum ada undang-undangnya. Undang-undang selalu mendahului PP, dan PP hanya dapat dibentuk atas dasar perintah undang-undang (delegated regulation). Demikian seterusnya yang dibahas mendetail secara teknis prosedural sesuai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, mencakup prose perancangan, persiapan, pembahasan, pengesahan dan penyebarluasannya.
| Apakah ulasan ini membantu? | Ya Tidak |
|