Belbuk.comtoko buku onlineBuku Original021-4202857
Topik:
 

Rahasia Menutup Pidato dengan Sukses

Oleh Belbuk.com, 11/02/2025
Rahasia Menutup Pidato dengan SuksesBab "Bagaimana Cara Menutup Pembicaraan" dalam buku Public Speaking for Success oleh Dale Carnegie menekankan bahwa penutupan pidato sama pentingnya dengan pembukaannya. Penutupan yang kuat akan meninggalkan kesan mendalam pada pendengar dan memastikan bahwa pesan yang disampaikan benar-benar diingat.

Maukah Anda mengetahui, dalam bagian mana saja dari pidato Anda, yang paling mungkin menunjukkan bahwa Anda tidak berpengalaman, atau justru ahli, bahwa Anda tidak berbakat? Jawabannya adalah dalam pembukaan dan penutupan. Ada sebuah pepatah lama dalam dunia teater yang mengacu kepada para aktor yang berbunyi begini: "Dari kemunculan dan kepergian merekalah engkau akan mengenal mereka."

Penutupan itu sungguh merupakan poin paling strategis dalam sebuah pidato. Apa yang seseorang ucapkan paling akhir, perkataan finalnya tetap berbunyi di telinga ketika orang yang bersangkutan sudah tidak lagi terdengar. Perkataan final inilah yang paling mungkin paling lama diingat.
Advertisement:
Akan tetapi para pemula jarang menghargai pentingnya hal ini. Penutupan mereka sering banyak kekurangannya. Misalnya, ada pembicara yang menyelesaikan pembicaraannya dengan "Sekianlah yang ingin saya sampaikan tentang persoalannya; jadi saya akan berhenti di sini." Hal itu bukanlah akhiran. Hal itu adalah sebuah kesalahan. Hal itu sangat berbau amatir. Hal itu hampir-hampir tidak dapat dimaafkan. Kalau hanya sekian yang ingin disampaikannya, mengapa tidak merangkum pembicaraannya dan langsung duduk dan berhenti tanpa membicarakan tentang berhenti?

Lalu ada pembicara yang menyampaikan apa yang ingin mereka sampaikan namun tidak tahu bagaimana cara berhenti. Mereka mutar-mutar, membahas hal yang sama, terus saja mengulang ide-ide yang sama, meninggalkan kesan yang buruk.

Para pembicara terampil seperti Winston Churchill, Franklin Roosevelt, Billy Graham, dan Martin Luther King merasa perlu menuliskan kata-kata penutupan mereka, meskipun bukan untuk menghafalkannya. Para pemula juga seharusnya melakukannya. Seharusnya mereka mengetahui dengan pasti dengan ide apa saja mereka akan menutupnya. Seharusnya mereka melatih penutupannya beberapa kali, meskipun tidak menggunakan pengalimatan yang sama selam masing-masing pengulangannya, melainkan secara pasti menuangkan pemikiran-pemikirannya ke dalam kata-kata.

Sebagian pembicara tidak pernah sampai kepada penutup sama sekali. Entah di mana di tengah-tengah perjalanan mereka, mereka mulai terbatuk-batuk seperti mesin ketika suplai bahan bakarnya hampir habis; setelah beberapa sentakan-sentakan putus asa, mereka berhenti total, mogok. Tentu, mereka membutuhkan persiapan yang lebih baik, praktik lebih banyak. Lebih banyak bahan bakar dalam tangki mereka.

Banyak pemula berhenti terlalu mendadak. Metode penutupan mereka tidak mulus, tidak tuntas. Berbicara sebenarnya, mereka tidak mempunyai penutupan; mereka hanya berhenti secara tiba-tiba, secara menyentak. Efeknya tidak menyenangkan, berkualitas amatir. Seolah-olah seorang teman dalam sebuah percakapan sosial secara kasar mengakhiri percakapannya lalu langsung keluar ruangan tanpa pamit yang luwes.

Bagaimana seorang pemula bisa mengembangkan perasaan yang pantas bagi penutupan sebuah pidato? Bukan dengan aturan-aturan mekanis; hal itu terlalu pelik untuk itu. Hal itu haruslah menjadi soal kepekaan indra, hampir-hampir intuisi. Kita pasti merasakannya ketika hal itu dilakukan secara harmonis, dan secara cerdik. Akan tetapi perasaan ini, bisa dibudidayakan; keahlian ini bisa agak dikembangkan dengan mempelajari cara-cara para pembicara terampil mencapainya. Berikut ilustrasinya. Presiden Bill Clinton, dalam sebuah pidato memperingati kematian Martin Luther King, mengakhiri pembicaraannya tentang memperbaharui kesatuan nasional dengan perkataan berikut:

"Kita harus membuat kemitraan: semua aparat pemerintah, semua pengusaha. Akan tetapi di mana tidak ada keluarga, di mana tidak ada tatanan, di mana kita telah kehilangan pekerjaan karena harus mengurangi ukuran kekuatan bersenjata setelah akhir Perang Dingin, siapa yang akan hadir untuk memberikan struktur, model peran, disiplin, kasih, dan pengharapan, bagi anak-anak ini? Anda harus melakukan hal itu, dan kami akan membantu Anda. Kitab suci mengatakan, "Engkau adalah garam dan terang dunia," bahwa "jikalau terangmu bercahaya di hadapan sesamamu, mereka akan memuliakan Bapa di sorga." Demikianlah yang harus kita lakukan. Demikianlah yang harus kita lakukan. Dan saya akan bekerja bersama Anda."

Demikianlah seharusnya sebuah pembicaraan diakhiri. Semua orang yang mendengarkan pembicaraan tersebut akan merasa bahwa pembicaraanya telah diakhiri. Bukan dibiarkan tergantung di udara seperti tambang yang tidak kencang. Bukan dibiarkan tidak mulus dan bergerigi. Melainkan dihaluskan, dituntaskan.

Rangkumlah Poin-poin Anda


Bahkan dalam pembicaraan singkat tiga hingga lima menit saja seorang pembicara sangat mungkin meliput demikian banyak hal sehingga menjelang penutupannya para pendengarnya agak kabur tentang semua poin utamanya. Akan tetapi tidak banyak pembicara yang menyadari hal itu. Mereka terkecoh mengasumsikan bahwa karena poin-poinnya sudah sebening kristal dalam benak mereka sendiri, pasti juga sama jelas terekspresikannya bagi para pendengar mereka. Sama sekali tidak. Sang pembicara telah cukup lama merenungkan ide-idenya. Akan tetapi, poin-poin tersebut masih baru bagi pendengar; poin-poin tersebut dilontarkan kepada pendengar seperti serangkaian tembakan. Sebagiannya mungkin melekat, namun sebagian besarnya pasti menggelinding kacau. Para pendengarnya pasti mengingat berbagai hal namun tidak ada yang jelas.

Berikut adalah contoh dari seorang wanita yang sedang meminta dukungan bagi "jalan sehat" untuk pengumpulan dana bagi riset kanker payudara.

"Singkatnya, tuan-tuan dan nyonya-nyonya, angka statistik yang telah saya kemukakan kepada Anda membuktikan bahwa banyaknya wanita yang telah didiagnosis menderita kanker payudara semakin bertambah setiap tahunnya. Banyak yang telah dipelajari untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan mereka, namun masih banyak yang harus kita pelajari. Riset kita sedang mengalami terobosan-terobosan berarti, namun masih banyak yang harus kita lakukan. Bantuan Anda dengan mengikuti Jalan Sehat minggu depan akan membantu menambah dana yang dibutuhakn bagi upaya penting ini."

Kita lihat apa yang dilakukannya? Kita bisa melihatnya dan merasakannya tanpa mendengar sisa pembicaraannya. Ia telah merangkum dalam beberapa kalimat, dalam sekian puluh kata, praktis semua poin yang telah ia sampaikan dalam keseluruhan pembicaraannya. Tidakkah kita merasa bahwa sebuah rangkuman seperti itu membantu?

Menutup dengan Pujian yang Tulus


"Para anggota kelompok ini mewakili para pemimpin kebudayaan kota ini. Kerja keras Anda telah memungkinkan kami membawakan produksi opera tingkat tinggi ke Wichita. Kesetiaan Anda kepada kesenian telah menuntun kepada dikembangkannya sebuah bengkel opera di universitas dan kursus-kursus perkenalan dalam musik klasik di sistem sekolah. Kami, dewan opera, bangga akan Anda. Kami mengucapkan terima kasih kepada Anda, Wichita mengucapkan terimakasih kepada Anda dan para pecinta musik dari segala penjuru menghargai dedikasi Anda."

Dengan perkataan tersebut, Burton Pell, presiden Opera Guild di Wichita, Kansas, menjadikan para pendengarnya senang, gembira, optimis. Demikianlah cara mengagumkan untuk mengakhiri, namun agar efektif, hal itu harus tulus. Bukan sanjungan menjijikkan. Bukan dilebih-lebihkan. Penutupan seperti itu, kalau tidak kedengaran benar, akan kedengaran semu, sangat semu. Dan seperti sebuah uang logam palsu, orang tidak akan mau menerimanya.

Menggunakan Klimaks


Klimaks, cara mengakhiri yang populer, sering sulit dikelola dan bukan penutup bagi semua pembicara dan juga bukan bagi semua topik. Akan tetapi, ketika dilakukan dengan baik, klimaks itu sangat baik. Klimaks itu bergerak naik menuju puncak, semakin kuat kalimat demi kalimat. Lincoln menggunakan klimaks dalam menyiapkan catatan-catatannya untuk ceramah tentang Air Terjun Niagara. Perhatikan bagaimana masing-masing pembandingan itu lebih kuat daripada yang sebelumnya, bagaimana ia mendapatkan efek kumulatif dengan cara membandingkan zamannya dengan Columbus, Kristus, Musa, Adam, dan sebagainya.

"Ia mengingatkan masa silam yang tidak terhingga. Ketika Columbus pertama kalinya mencari benua ini, ketika Kristus menderita di kayu salib, ketika Musa memimpin Israel menyeberangi Laut Merah, bahkan ketika Adam pertama kalinya datang dari tangan Pembuatnya; waktu itu, seperti sekarang, Niagara sudah bergemuruh di sini. Mata spesies raksasa-raksasa yang sudah punah, yang tulang-belulangnya mengisi gundukan-gundukan di Amerika telah melihat Niagara, seperti mata kita sekarang. Sezaman dengan ras manusia pertama, dan lebih tua daripada manusia pertama, Niagara sekarang ini sama kuat dan sama segarnya seperti sepuluh ribu tahun yang lalu. Mamot dan Mastodon, yang sudah demikian lama mati sehingga hanya pecahan-pecahan dari tulang-belulang mereka yang sangat besar itu saja yang memberikan kesaksian bahwa mereka pernah hidup, telah melihat Niagara, selam kurun waktu yang demikian panjang, Niagara tidak pernah diam sejenakpun, tidak pernah mengering, tidak pernah membeku, tidak pernah tidur, tidak pernah istirahat."

Berbicaralah yang Singkat


Buru, cari, bereksperimenlah hingga Anda mendapatkan bagian akhir yang baik dan pembukaan yang baik. Lalu dekatkanlah keduanya. Para pembicara yang tidak memotong pembicaraannya agar cocok dengan suasana yang berlaku dari zaman yang tergesa-gesa, yang serba cepat ini, tidak akan disambut dan terkadang secara positif tidak disukai.

Tidak kurang dari Saulus dari Tarsus sendiri berdosa dalam hal ini. Ia berkhotbah hingga seseorang di antara pendengarnya, seorang pemuda bernama Eutikhus, tertidur dan jatuh dari sebuah jendela hingga lehernya patah. Bahkan, ketika itu pun ia belum tentu telah berhenti berbicara.

Horace Lorimer, editor Saturday Evening Post, selalu menghentikan serangkaian artikel dalam Post ketika popularitasnya sedang tinggi-tingginya, dan para pembaca menginginkan lebih. Lalu mengapa dihentikan justru ketika popularitasnya sedang tinggi-tingginya? "Sebab titik jenuh tercapai segera setelah puncak popularitas tersebut," demikian Horace Lorimer mengatakan. Hikmat yang sama akan berlaku, dan seharusnya diterapkan, dalam berbicara. Berhentilah sementara pendengar masih ingin mendengar Anda berbicara.

Pidato terbesar yang pernah disampaikan oleh Kristus, Khotbah di Bukit, bisa diulang dalam lima menit. Pidato Lincoln di Gettysburg hanya berisikan sepuluh kalimat. Seseorang bisa membaca keseluruhan kisah penciptaan dalam kitab Kejadian dalam waktu yang singkat. Jadi, berbicaralah yang singkat!
Advertisement:
Jadi, menutup pembicaraan dengan baik adalah keterampilan yang penting dalam berbicara di depan umum. Dengan merangkum poin utama, menyampaikan pesan yang kuat, menggunakan kutipan inspiratif, mengajak pendengar untuk bertindak, menceritakan kisah yang menggugah, menggunakan humor yang tepat, dan mengakhiri dengan nada positif, seorang pembicara dapat memastikan bahwa pidato mereka memberikan dampak yang maksimal.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip yang diajarkan Dale Carnegie, siapa pun dapat meningkatkan kualitas penutupan pidato mereka dan meninggalkan kesan yang mendalam pada pendengar.

Versi Video:

Public Speaking for Success: Berbicara di Depan Umum Agar Sukses
Rp189.000
©2008-2025 - Belbuk.com
Jl. As'syafiiyah No. 60B, Cilangkap, Jakarta Timur 13870
Tlp. 021-22811835 (Senin s/d Jumat Pkl 09.00-18.00 WIB)