Belbuk.comtoko buku onlineBuku Original021-4202857
Topik:
 

Mengembangkan Kesadaran Diri untuk Menguasai Emosi

Oleh Belbuk.com, 19/05/2025
Mengembangkan Kesadaran Diri untuk Menguasai EmosiDalam bab “Kenali Diri Anda”, dalam buku Emotional Intelligence karya Daniel Goleman menekankan bahwa kesadaran diri (self-awareness) adalah dasar utama dari kecerdasan emosional. Seseorang tidak bisa mengelola emosi, membina hubungan, atau mengambil keputusan yang tepat jika ia tidak memahami dirinya sendiri terlebih dahulu.

Alkisah, di Jepang ada seorang samurai yang suka bertarung. Samurai ini menantang seorang guru Zen untuk menjelaskan konsep surga dan neraka. Tetapi, pendeta itu menjawab dengan nada menghina, "Kau hanyalah orang bodoh, aku tidak mau menyia-nyiakan waktu untuk orang macam kamu!" Merasa harga dirinya direndahkan, samurai itu naik darah. Sambil menghunus pedang ia berteriak, "Aku dapat membunuhmu karena kekurangajaranmu." "Nah, itulah neraka," jawab pendeta itu dengan tenang. Takjub melihat kebenaran yang ditunjukkan oleh sang guru akan amarah yang menguasai dirinya, samurai itu menjadi tenang, menyarungkan pedangnya, dan membungkuk sambil mengucapkan terima kasih kepada pendeta itu atas penjelasannya. "Dan itulah surga," kata sang pendeta.
Advertisement:
Kesadaran mendadak si samurai terhadap amarahnya sendiri menggambarkan perbedaan penting antara perangkap dalam suatu gelombang perasaan dan sadar bahwa kita dilanda oleh perasaan itu. Ajaran Socrates "Kenalilah dirimu" menunjukkan inti kecerdasan emosional kesadaran akan perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu timbul.

Refleksi yang lebih mendalam akan mengingatkan kita pada saat-saat ketika kita sama sekali tidak menyadari apa yang sesungguhnya kita rasakan tentang sesuatu atau menyadarinya persis pada saat akhir peristiwa. Ahli-ahli psikologi menggunakan istilah yang agak rumit yaitu metakognisi untuk menyebut kesadaran tentang proses berpikir dan metamood untuk menyebut kesadaran tentang seseorang akan emosinya sendiri. Istilah kesadaran diri lebih tepat, dalam artian perhatian terus-menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam kesadaran refleksi-diri ini, pikiran mengamati dan menggali pengalaman termasuk emosi.

Dalam kondisi terbaik, pengamatan diri memungkinkan adanya semacam kesadaran yang mantap terhadap perasaan penuh nafsu atau gejolak. Pada titik terendah, kesadaran diri memanifestasikan dirinya semata-mata sebagai sedikit langkah-mundur dari pengalaman, suatu arus kesadaran paralel yang "meta": melayang-layang di atas atau di samping arus utama, waspada terhadap apa yang terjadi, bukannya tenggelam dan hanyut di dalamnya. Inilah perbedaan antara amarah yang meluap-luap sehingga serasa ingin membunuh dan berpikiran reflektif. Dalam kaitan sistem kerja saraf sadar, perubahan hampir tak kentara dalam kegiatan mental ini agaknya menyiratkan bahwa sirkuit-sirkuit neokorteks memantau emosi secara aktif, suatu langkah penting untuk memperoleh kendali. Kesadaran akan emosi merupakan kecakapan emosional dasar yang melandasi terbentuknya kecakapan-kecakapan lain, misalnya kendali diri akan emosi.

Pendek kata, menurut John Mayer, kesadaran diri berarti "waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati". Mayer adalah ahli psikologi dari University of New Hampshire yang menjadi koformulator teori kecerdasan emosional bersama dengan Peter Salovey dari Yale University. Kesadaran diri dapat menjadi pemerhati yang tak reaktif, tak menghakimi keadaan-keadaan batin. Tetapi, Mayer menemukan bahwa kepekaan ini dapat pula bersifat kurang mantap, yaitu pikiran tipikal yang menyuarakan kesadaran diri emosional mencakup "Harusnya aku tidak peduli", "Aku akan memikirkan hal-hal yang menyenangkan untuk menghibur diri", dan untuk kesadaran diri yang lebih sempit, adanya pikiran sepintas "Jangan dipikirkan" sebagai reaksi terhadap sesuatu yang menjengkelkan.

Mendengarkan Suara Hati


Tumor Elliot, yang tumbuh tepat di belakang dahinya, besarnya hanya seukuran jeruk kecil dan operasi telah membuang habis tumor itu. Meskipun operasi itu dinyatakan sukses, orang yang mengenalnya dengan baik mengatakan bahwa Elliot bukan lagi Elliot yang dulu. Ada perubahan yang drastis dalam kepribadiannya. Ada suatu pola yang membingungkan pada masalah Elliot. Secara intelektual ia sama cerdasnya seperti dulu, tetapi kacau dalam konsep waktu dan bingung bila dihadapkan pada detail-detail kecil. Tampaknya ia kehilangan semua makna prioritas. Meskipun pengujian intelektual yang lebih mendalam tidak menemukan hal yang tidak beres pada kemampuan mental Elliot.

Antonio Damasio, ahli neurologi yang dikunjungi Elliot, terkejut karena ada salah satu unsur yang hilang dari repertoar mental Elliot. Meskipun tidak ada yang salah pada logika, ingatan, perhatian, atau kemampuan kognitif lainnya, Elliot praktis tidak mengetahui apa perasaannya atas hal-hal yang terjadi pada dirinya. Yang paling mencolok, Elliot dapat menceritakan peristiwa-peristiwa tragis dalam hidupnya dengan nada amat datar, seolah-olah ia hanya pengamat atas kehilangan dan kegagalan masa lampaunya, tanpa nada sesal atau sedih, kecewa atau marah terhadap ketidakadilan hidupnya.

Menurut kesimpulan Damasio, sumber ketidaksadaran emosional ini adalah dibuangnya bagian lobus prefrontal Elliot pada saat operasi tumor otaknya. Operasi itu sekaligus memutuskan ikatan antara pusat-pusat otak emosional yang lebih rendah dan kemampuan beripikir neokorteks. Pola pikir Elliot berubah menjadi seperti komputer, yaitu mampu membuat setiap langkah menurut kalkulasi keputusan, tetapi tidak sanggup menetapkan nilai bagi berbagai kemungkinan. Setiap pilihan bersifat netral. Dan, penalaran yang sangat bersih dari nafsu itu, menurut dugaan Damasio, merupakan inti kesulitan Elliot, yaitu terlampau rendahnya kesadaran terhadap perasaannya sendiri akan segala hal telah membuat penalaran Elliot tidak berjalan dengan baik.

Hambatan itu bahkan muncul pada keputusan-keputusan sederhana. Ketika Damasio mencoba memilih jam dan tanggal untuk pertemuan berikutnya, hasilnya betul-betul kacau. Elliot dapat mengajukan argumentasi yang mengiyakan dan meniadakan tiap usulan hari serta jam yang diajukan Damasio, tetapi tidak mampu memilih di antaranya. Pada tingkat rasional, harusnya ada alasan-alasan yang benar-benar pas untuk menolak atau menerima jam yang diusulkan untuk pertemuan tersebut. Tetapi, Elliot kehilangan makna akan apa yang dirasakannya mengenai tiap-tiap waktu tersebut. Karena kesadaran akan perasaannya sendiri begitu rendah, ia tidak mempunyai pilihan sama sekali.

Pelajaran yang dapat ditarik dari kasus ketidakmampuan Elliot untuk mengambil keputusan adalah pentingnya peran perasaan sebagai pedoman dalam menempuh arus keputusan-keputusan pribadi yang terus-menerus dilakukan dalam kehidupan. Bila perasaan yang kelewat kuat dapat menciptakan kekacauan dalam penalaran, tiadanya kesadaran perasaan dapat pula menjadi bencana terutama dalam mempertimbangkan keputusan-keputusan yang amat menentukan nasib kita selanjutnya: karier yang akan dikejar, apakah bertahan pada pekerjaan yang aman-aman saja atau pindah pekerjaan yang lebih berisiko tetapi lebih menarik, siapa yang akan diajak kencan atau menikah, dan lain-lain. Keputusan-keputusan semacam itu tidak dapat dibuat dengan sebaik-baiknya hanya dengan rasionalitas, tetapi membutuhkan suara hati dan kebijaksanaan emosional yang terangkum dari pengalaman-pengalaman masa lampau. Logika formal belaka tidak pernah akan berhasil sebagai landasan untuk menentukan siapa yang akan dinikahi atau dipercayai atau bahkan pekerjaan apa yang akan diambil. Ini adalah wilayah ketika nalar yang tidak mengikutsertakan perasaan adalah buta.

Isyarat intuitif yang menuntun kita pada momen-momen semacam itu muncul dalam bentuk dorongan yang digerakkan oleh limbik dari ruang batin yang oleh Damasio disebut "penanda somatik" atau secara harfiah, suara hati. Penanda somatik adalah sejenis alarm otomatis, biasanya untuk menarik perhatian ke arah bahaya potensial yang berasal dari serangkaian tindakan tertentu. Kadang-kadang penanda ini membimbing kita menjauhi pilihan yang telah diperingatkan oleh pengalaman kepada kita, meskipun penanda-penanda itu dapat pula membuat kita jeli akan adanya peluang emas. Lazimnya, pada saat itu, kita tidak mengingat pengalaman terperinci manakah yang membentuk perasaan negatif ini; yang kita perlukan adalah isyarat bahwa suatu kemungkinan arah tindakan tertentu dapat mencelakakan. Kapan saja suara hati semacam itu muncul, kita dapat langsung menghentikan atau menempuh jalur pemikiran tersebut dengan keyakinan yang lebih besar, dan dengan demikian memperkecil rangkaian pilihan kita hingga menjadi matriks keputusan yang lebih mudah ditangani. Pendek kata, kunci menuju pengambilan keputusan pribadi yang lebih sehat adalah menyesuaikan diri dengan perasaan-perasaan kita.

Memahami Alam Bawah Sadar


Kesadaran diri sangat penting bagi pemahaman psikologis karena kesadaran diri adalah kecakapan yang diusahakan untuk diperkuat oleh sebagian besar perangkat psikoterapi. Sigmund Freud, seorang psikoanalis besar yang menyusun peta kekuatan yang tersembunyi dalam jiwa menjelaskan bahwa sebagian besar kehidupan emosional berada dalam alam bawah sadar. Pembuktian empiris aksioma psikologis ini berasal dari percobaan-percobaan terhadap emosi bawah sadar. Contohnya, penemuan menakjubkan yang memperlihatkan bahwa orang membentuk rasa suka yang jelas untuk hal-hal yang bahkan tanpa mereka sadari telah lihat sebelumnya. Setiap emosi dapat di bawah sadar.

Awal mula fisiologis emosi lazimnya terjadi sebelum seseorang secara gamblang menyadari perasaan itu sendiri. Misalnya, bila orang yang takut ular diberi gambar-gambar ular, sensor-sensor di kulit mereka akan mendeteksi munculnya keringat, suatu tanda kecemasan, meskipun mereka berkata bahwa mereka tidak merasakan takut sama sekali. Keringat muncul pada orang seperti itu bahkan bila gambar ular itu disajikan begitu cepat, sehingga mereka tidak tahu pasti apa yang baru saja mereka lihat, apalagi bila mereka mulai cemas. Bila gejolak emosional prasadar semacam itu terus bertambah, pada akhirnya gejolak tersebut akan cukup kuat untuk menembus batas kesadaran. Dengan demikian ada dua tahap emosi, yaitu sadar dan bawah sadar. Momen ketika emosi muncul dalam kesadaran merupakan tanda terekamnya emosi itu di korteks frontal.
Advertisement:
Jadi, bab “Kenali Diri Anda” dalam buku Emotional Intelligence karya Daniel Goleman mengajarkan bahwa memahami diri sendiri adalah langkah pertama untuk menguasai emosi dan membangun kehidupan yang lebih sehat dan bermakna. Kesadaran diri bukan hanya soal mengetahui apa yang kita rasakan, tetapi juga memahami mengapa kita merasakannya—dan apa yang bisa kita lakukan karenanya.

Versi Video:

Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional)
Rp137.000
©2008-2025 - Belbuk.com
Jl. As'syafiiyah No. 60B, Cilangkap, Jakarta Timur 13870
Tlp. 021-22811835 (Senin s/d Jumat Pkl 09.00-18.00 WIB)