Salah satu aspek menarik dari cerpen-cerpen karya Arie MP Tamba yang terkumpul dalam buku ini adalah pekatnya situasi psikologis tokoh-tokoh yang terasing dari dunia sekitar, biasa diistilahkan sebagai penyakit manusia modern yang mengalami alienasi psikologis dan sosial. Goenawan Mohamad membahasakan keterasingan personal tersebut, dalam hal ini pada dunia kepenyairan Indonesia, sebagai sosok si Malin Kundang. Cerpen-cerpen Arie MP Tamba dapat dibaca dalam tafsir yang kurang lebih sama; dalam salah satu cerpennya dinyatakannya sebagai seorang perantau yang malang. Perantau yang malang ini terwujud dalam tokoh-tokoh cerpen-cerpennya, sosok-sosok yang pergi, terusir, atau melawan dan memberontaki sesuatu: tradisi, keluarga, lingkungan asal, hukum, moralitas, realitas, kewajaran, dan sebagainya. Kepergian atau pemberontakan itu berpadu padan dengan situasi kehilangan dan ketiadaan interaksi intim dan damai dengan apa-apa yang ada di sekitarnya, yang sering kali terwujud pada perasaan tersingkir dan terbuang.
Cerita ini adalah sebuah "protes keras" kepada "Gereja" atau kebenaran yang dilembagakan. Arie telah melihat dan merasakan langsung bahwa "Gereja" telah kehilangan misi sucinya. Orang-orang mulia yang dibesarkan oleh "Gereja", ternyata tidak hadir di tempat ini, mereka tidak bersama kita di sini. Mereka tidak menemani perjalanan manusia dengan sungguh-sungguh.