Sinopsis
“…Twit-twitnya ditunggu-tunggu dengan berbagai karena. Ada yang menunggu-nunggu twitnya karena menyenangi urakannya. Ada yang karena guyonannya. Ada yang karena seriusnya. Ada yang karena nakalnya. Ada yang karena romantisnya. Ada yang karena cerita-ceritanya. Ada yang karena kritisnya. Ada yang karena falsafahnya. Ada yang karena kearifannya…”
Ahmad Mustofa Bisri, ulama, budayawan, dan sastrawan
"Mengenal Sujiwo Tejo selama ini, baik secara langsung maupun sekadar menguntit celetukan secara langsung maupun sekadar menguntit celetukan 140 karakternya di Twitter, saya berani menyimpulkan bahwa 'dalang galau' hanya sekelumit peran yang ia pilih dan sajikan untuk publik. Di mata saya, Sujiwo Tejo sesungguhnya adalah penelusur kalbu yang mampu berpikir merdeka, berkata merdeka, menghibur dan menyentil secara merdeka. Dan, untuk mencapai itu, yang dimilikinya tentu lebih dari sekadar kegalauan, melainkan pencerahan."
Dewi 'Dee' Lestari, Penulis dan Penyanyi
"Cara Ki Dalang Sujiwo Tejo mengungkapkan keresahannya melalui Twitter, melihat realita yang ada,sungguh indah dan unik. Ungkapannya terasa apa adanya, blak-blakan, bernas dan padat. Terkadang terasa mengiris dan membuat kita tersentak. Tetapi ujungnya adalah renungan agar kita hidup dengan lebih jujur dan adil."
Habiburrahman El Shirazy, Sastrawan Asia Tenggara
“…Disampaikan secara edan-edanan, kadang mengumpat, kadang menyindir, kadang mengejek, termasuk mengejek dirinya sendiri, tetapi mengandung pesan-pesan yang dalam. Dari halaman mana pun mulai membacanya, kita bisa menemukan pesan-pesan penting dari buku ini. Setiap kalimat pendek, seperti yang dijatahkan untuk ngetwit, bisa diolah Sujiwo Tejo sehingga tetap menarik dan bernas.”
Prof. Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi