Sinopsis
Prie sendiri membaca sambil menahan ketawa ketika menyampaikan pada kita pengalaman orang, atau dirinya sendiri (?) tertipu membeli seekor burung yang dikiranya burung langka karena bulu-bulunya yang sangat berwarna-warni, indah, memikat, dan tak lazim, tapi ternyata, dasar semprul... itu semua warna cat, yang segera luntur begitu kecipratan air.
Inilah kelicikan manusia modern, yang dilancarkan dengan menguras rasa belas kasihan kita karena yang bersangkutan menjual kemiskinannya, dan mengiba agar burung yang dicat itu dibeli orang, demi biaya sekolah. Di sini kita diingatkan Prie, agar kita tetap memelihara watak welas asih kita, dan tetap memelihara komitmen membantu pihak lain yang lemah, dan jangan sampai kita kehilangan empati pada sesama. Tapi kita juga diminta berhati-hati, karena di masyarakat kita yang sakit jiwa, yang korup, dan penuh mental culas, kita tak boleh bertindak semata karena guncangan jiwa dan keterpesonaan kita melihat orang miskin. Nalar dan pertimbangan rasio tetap dibutuhkan agar kita tak terpeleset ke lembah "welas asih" tanpa dasar. amal saleh kita tak boleh diwarnai kekeliruan....
Kecenderungan-kecenderungan kita untuk bersikap tak adil, dan hanya mampu menyalahkan pihak lain tanpa memandang diri sendiri yang sebetulnya memiliki andil besar terhadap suatu kesalahan.