Sinopsis
Sejak SMP, gue sering banget disuruh maju ke depan sama guru. Awalnya, gue pikir, guru itu inget banget sama gue—karena gue ganteng, barangkali. Tapi, ternyata….
“Johan! Bapak udah panggil kamu berapa kali. Ayo cepat maju!”
Gue celingukan ke belakang dan ke depan, nyari siapa yang dimaksud dengan Johan.
“Johan! Kamu kenapa malah celingak-celinguk? MAJU KE DEPAN!” kata guru itu lagi dengan berang.
Gue lihat nggak ada yang celingukan kecuali gue sendiri. Menyadari ada sesuatu yang salah, gue pun mencoba bertanya, “Saya, Pak?”
“Iya kamu! Siapa lagi?”
“Saya bukan Johan, Pak. Saya ACA, PAK!”
“lho, jadi kamu bukan Johan, ya, Johan itu siapa, ya?”
“Mana saya tahu, Pak!” ucap gue kesel.
Selalu, setiap pelajaran Matematika gue harus maju, guru pikir muka gue mirip Johan, Andre, Jefry, atau Nando, yang nggak pernah gue tahu apakah memang mereka mirip gue atau gue yang mirip mereka.
Gue nggak pernah tahu. Tapi, gue jadi berpikir, mungkin gue punya problem dengan muka ini. Mungkin bukan karena gue terlalu ganteng atau gue punya jerawat segede biji salak. Ada yang lebih gawat lagi, karena muka gue marketplace alias pasaran….
Bete nggak sih selalu disamain sama orang lain? Percaya deh, gue selalu yakin kalo kita tuh nggak sama. Eh, nama gue ACA. UHUK! Gue bukan penyanyi dan artis sinetron.Tidak seperti yang lo bayangin, gue adalah laki-laki pejantan tanggung. Dalam diri gue, terpendam potensi bakat populer, modal tampang pas-pasan nggak bikin gue nyerah dalam menjalani kehidupan di kampus. Meski nggak punya pacar, gue selalu tampil percaya diri dan terus mengejar jodoh tanpa kenal lelah dan putus asa. Buat lo yang merasa selalu disamain, gue adalah orang pertama yang ngedukung lo.
Salam Perbedaan!
