Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antarsubsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Demikian juga halnya pada sektor lembaga pembiayaan yang dahulunya bertujuan membantu masyarakat golongan ekonomi lemah yang membutuhkan dana tetapi di sisi lain tidak mempunyai kebendaan untuk dijadikan jaminan dalam membantu usahanya. Lembaga pembiayaan juga mengalami perkembangan dalam praktik, karena banyak sekarang ini model-model pembiayaan dikembangkan yang berasal dari sistem anglo saxon sementara di sisi lain Indonesia menganut sistem civil law.
Pandangan-pandangan bagaimana seharusnya menyelaraskan penerapan sistem hukum lembaga pembiayaan di dalam praktik sangatlah dipengaruhi oleh perkembangan lembaga dan kebutuhan konsumen dalam praktik dimaksud, sehingga dari berbagai lembaga pembiayaan yang berkembang tersebut masih sangat kurang pengaturannya dalam undang-undang atau peraturan pemerintah, melainkan sangat sering hanya didasarkan pada Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan asas konsensualisme, artinya apabila sepakat mereka membuat dan melaksanakannya maka dasar kesepakatan tersebutlah yang dijadikan sebagai aturan yang mengikat.
Tulisan ini sedikit mengulas tentang hal tersebut, dengan didasarkan akan kebutuhan dalam pemahaman lembaga pembiayaan dimaksud, dengan beberapa materi bahasan berupa Sewa Guna Usaha (Leasing), Anjak Piutang (Factoring), Kartu Kredit (Credit Card), Pembiayaan Konsumen, Modal Ventura (Ventura Capital), dan lainnya.