Sinopsis
'Catatan Seorang Demonstran' Sebuah buku tentang pergolakan pemikiran seorang pemuda, Soe Hok Gie. Dengan detail menunjukkan luasnya minat Gie, mulai dari persoalan sosial polotik Indonesia modern, hingga masalah kecil hubungan manusia dengan hewan peliharaan. Gie adalah seorang anak muda yang dengan setia mencatat perbincangan terbuka dengan dirinya sendiri, membawa kita pada berbagai kontradiksi dalam dirinya, dengan kekuatan bahasa yang mirip dengan saat membaca karya sastra Mochtar Lubis.
"Gie", banyak menulis kritik-kritik yang keras di koran-koran, bahkan kadang dengan menyebut nama. Dia pernah mendapat surat kaleng yang memaki-maki dia " Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja". Ibunya pun sering khawatir karena langkah-langkah "Gie" hanya menambah musuh saja.
"Soe Hok Gie" bukanlah stereotipe tokoh panutan atau pahlawan yang kita kenal di negeri ini. Ia adalah pecinta kalangan yang terkalahkan dan mungkin ia ingin tetap bertahan menjadi pahlawan yang terkalahkan, dan ia mati muda.
Semangat yang pesimis namun indah tercermin dimasa-masa akhir hidup juga terekam dalam catatan hariannya : "Apakah kau masih disini sayangku, bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu."
Ulasan
bukunya bagus
| Apakah ulasan ini membantu? | Ya Tidak |
|
Sastra indonesia yang wajib dibaca.
1 dari 1 orang menilai cukup membantu | Apakah ulasan ini membantu? | Ya Tidak |
|
Membaca buku ini seperti meraba kehidupan mahasiswa Jakarta, khususnya UI, di tahun 60-an. Apa yang ditulis Hok-Gie di sini itu... mahasiswa banget. Meski dia mulai menulis buku hariannya sejak SMP, namun porsi terbanyak dalam buku ini ditulis ketika masa-masa ia menjadi mahasiswa dan aktivis di Fakultas Sastra UI. Hok-Gie menuliskan berbagai kegiatannya sehari-hari, pergi ke sana, diskusi ke sini, nonton film ini, mengarang ini, namun sering juga ia menulis buah pemikirannya tentang kondisi negeri dan kritik-kritik terhadap berbagai nama.
Dalam edisi ini, seperti memang telah dituliskan, banyak teks yang dipotong dari buku harian asli milik Hok-Gie. Hal ini agak mengecewakan saya. Penyensoran itu dilakukan karena dianggap terlalu gamblang menunjuk tokoh tertentu, dan pihak penerbit tidak mau mengambil risiko menerbitkan tulisan yang mereka anggap "tidak terkonfirmasi". Tentu, karena semua yang ada dalam buku ini adalah buah pemikiran Hok-Gie sendiri.
Kita bisa melihat betapa kerasnya Hok-Gie dalam memegang prinsip-prinsip hidupnya, bagaimana lurusnya dia menjalani kesehariannya. Namun karena ia juga menceritakan kisah percintaannya dengan beberapa wanita, saya rasa bagian itu menunjukkan bahwa Hok-Gie juga "manusia biasa, mahasiswa pada umumnya" yang bisa galau karena cinta.. ahai :3
Saya melihat dia sebagai sosok yang patut dikagumi karena keteguhan, kejujuran dan keberaniannya...yang sangat jarang ada dalam manusia jaman sekarang, terutama di Indonesia.
2 dari 2 orang menilai cukup membantu | Apakah ulasan ini membantu? | Ya Tidak |
|